Karena rindu itu tidak berwujud, dan aku masih tetap duduk
dalam diamku.
Kau, masih setia dengan segala kesibukanmu yang semu.
Karena perih itu hanya rasa, dan aku yang merasakannya dalam
kerinduan tak berujung.
Kau, masih tetap diam tanpa suara, dengan segala ketidak
pekaanmu tentangku.
Tentang kau pun, dan tentang rindu yang membelengguku.
Tentang kita, yang semakin lama semakin tidak menentu.
Dan tentang cinta, yang semakin tipis termakan jarak.
Karena sesal hanya akan datang diakhir, dan aku masih
berpikir berulang kali tentang itu.
Kau, masih tetap diam tak peduli, mengacuhkan segala upaya
yang aku lakukan.
Aku telah menuliskan segalanya dalam surat yang kini kau
pegang.
Tentang perasaanku, dan mengapa aku memilih pergi.
Kau tahu ? Kupikir kau tahu.
Bahwa rindu itu setajam belati, seperih pengkhianatan, dan
mematikan laksana racun.
Kau tahu ? Seharusnya kau tahu.
Bahwa aku tidak tahu, tidak benar-benar tahu, tentang rasa
sakit yang menggerogoti jiwa.
Hai, kau yang masih duduk diam menggenggam surat yang ku
tulis.
Selamat tinggal, ah, bukan, sampai jumpa..
Entah kapan, dimana, dan dengan siapa.
Sampai jumpa di kehidupan berikutnya, atau mungkin masa yang
akan datang.
Entah sendiri, berdua, atau dengan keluargamu.
Hai, kau yang masih termenung menatap jendela dengan secarik
surat di tanganmu.
Sampai jumpa, entah kapan..
Ku harap kau selalu bahagia.
Best regards,
Yours.
-Jojogan-Pemalang, 26 Juni 2016-