Manusia
diciptakan Tuhan untuk 5 hal pokok, yaitu mencintai, berdoa, berjuang, mati,
dan bermimpi. Terlepas ia memiliki Tuhan atau tidak, seseorang pasti akan
berdoa. Ia juga akan mencintai, sekalipun tak semua cintanya berbalas. Mengenai
mati, semua yang lahir pasti akan mati, layaknya kayu yang nantinya akan
berubah menjadi arang, atau dimakan rayap. Terakhir, bermimpi. Bohong jika ada
orang yang mengatakan jika ia tidak punya mimpi, tidak punya harapan. Semua
orang pasti punya, meski terkadang itu tidak disadari. Begitupula saya.
Saya
memiliki banyak mimpi, bahkan terlampau banyak, sehingga memunculkan banyak
kata 'mungkin', 'seandainya', 'jika saja', dan kata-kata sejenis lainnya. Dan mungkin
karena terlampau banyak, Tuhan mungkin hampir kehabisan stok tempat mimpi untuk
saya.
Memang
benar manusia hanya berencana, yang menentukan adalah Tuhan. Sekuat apapun jika
manusia berusaha, ketika Tuhan tidak mengizinkan, maka semuanya tidak akan terjadi,
dan menjadi sia-sia dimata manusia.
Beberapa
waktu lalu, sempat saya mengikuti sebuah kompetisi yang melibatkan juri-juri
berkelas. Harapan saya begitu tinggi, karena saya pikir, pengetahuan saya
tentang 'hal' tersebut sudah lebih dari cukup. Dengan percaya diri saya
menuliskannya, sembari terus melafalkan harapan. Saya yang biasanya seorang
DL-ers tiba-tiba saja sudah selesai 2 minggu sebelum DL. Sebuah rekor baru.
"Bermimpilah,
karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.."
Itu
kata Arai, salah seorang tokoh manusia yang masih samar apakah dia nyata atau
hanya rekaan. Tapi kata-kata itulah yang menjadi bekal saya untuk
mengirimkannya segera. Selama 2 bulan saya terus berdoa, mencoba bernegosiasi
dengan Tuhan tentang hal itu. Dan tibalah saat itu. Seperti saat saat
sebelumnya, nama saya bahkan tidak terpampang.
Jangan
tanya tentang perasaan, karena sudah terlampau biasa. Saya tidak sedih, hanya
saja kecewa. Itu wajar, ketika manusia menginginkan suatu hal dan tidak
terlaksana, maka ia akan kecewa. Sangat wajar. Dan ketika manusia tersebut
terlalu sering kecewa, maka semuanya akan terasa sama. Hambar. Seperti permen
kapas tanpa pemanis.
Dan
kecewa, ia akan hadir ketika kata-kata 'mungkin' terlampau sering muncul.
Mungkin ia juga jatuh cinta padaku, atau mungkin Tuhan akan ada dipihakku, atau
mungkin karena pengetahuanku yang baik semuanya akan aman, dan berbagai kata
'mungkin' yang lainnya. Tapi hidup akan susah ketika kata 'mungkin' dan
sejenisnya dihilangkan. Kenapa ? Karena, kata 'mungkin' itulah yang menjadi
salah satu kunci untuk bermimpi.
Ah,
mungkin. Mungkin segalanya tidak akan terjadi bila saya tidak berharap. Mungkin
segalanya tidak akan menjadi seperti ini bila saya tidak bersemangat. Dan
mungkin, catatan ini tidak akan ada bila perasaan kecewa itu tidak muncul.
Sekian.
-Ang-
0 komentar:
Posting Komentar