Entah,
sudah berapa lama aku hidup dalam kepura-puraan, bahkan aku sudah lupa seperti
apa aku. Aku sudah lupa bagaimana caranya tersenyum tanpa merasa sakit. Aku
sudah lupa bagaimana rasanya tertawa tanpa beban. Bahkan aku sudah lupa bagaimana
rasanya bahagia. Entahlah, apakah yang selama ini aku pikir bahagia adalah
bahagia. Semuanya sama. Hambar.
Seringkali
aku diam, memikirkan 'bagaimana bila'. Bagaimana bila dulu aku memilih tempat
yang berbeda, atau bagaimana bila aku mati. Akankah Tuhan mengutukku ? Sekali
waktu, aku ingin bunuh diri. Tapi semua itu hanya keinginan semata. 'Tuhan akan
mengutuk roh orang yang mati bunuh diri', itu yang selalu aku percaya. Tapi
bisakah aku melakukannya bila suatu saat aku lelah ?
Aku
sudah terlalu lama hidup dalam kepura-puraan. Aku pura-pura tuli, pura-pura tak
melihat, pura-pura tak peduli. Bahkan karena terlalu lama, aku sudah lupa
bagaimana caranya peduli.
Setiap
manusia memiliki batas kesabaran bukan ? Akupun juga. Mereka hanya bicara omong
kosong, tapi tidak tahu faktanya. Aku selalu bersembunyi, sengaja. Mungkin
karena aku tidak ingin merasa sakit lagi. Atau mungkin karena aku sudah lupa
bagaimana caranya bicara. Kau tahu ? Aku hidup dalam balutan topeng. Dan
sekarang aku mulai lelah, mulai terus menangis bahkan tanpa tahu mengapa.
Entah,
jangan tanyakan bagaimana perasaanku. Perasaanku mati, mungkin telah lama mati.
Aku
sudah tahu bagaimana rasanya sakit, aku sudah terlalu sering merasakannya,
bahkan tanpa ada yang menyadari. Aku selalu diam-diam menyimpannya sendiri,
memasukannya dalam sebuah kotak yang melayang di pertengahan perasaan. Terus
begitu. Berusaha agar segalanya tampak baik-baik saja. Berusaha terlihat
bahagia, meski jauh di dalam sana ada sebuah kepedihan.
Aku
mulai lelah, berkali-kali berpikir bagaimana jika aku pergi. Bagaimana jika aku
menjadi Do Min Joon saja, yang mampu ber-teleport ke tempat lain. Mungkin jika
aku menjadi ia, aku akan berteleport ke pantai super sepi saat aku hancur.
Aku
lelah, bahkan terlalu lelah. Aku mulai bertingkah seperti Cheon Song Yi yang
ditinggal pergi Do Min Joon. Rasanya ingin mati. Tapi aku masih takut pada
Tuhan. Aku takut Tuhan akan mengutukku. Aku takut jika nyawaku dibiarkan
melayang dalam perasaan dingin.
Aku
merasa lelah, terus menerus bersembunyi dibalik senyum palsu. Aku lelah
bertingkah baik-baik saja, tapi aku tak akan bisa berubah. Perasaanku sudah
pergi, mungkin dimakan dementor. Atau mungkin, akulah yang membunuh perasaanku
sendiri, membiarkannya menjadi dingin, kemudian mati secara perlahan.
Sekali
saja aku ingin kembali, mungkin ke masa saat Tuhan belum menurunkan aku ke
bumi. Aku ingin bicara pada-Nya, aku ingin mengatakan pada-Nya agar takdirku
dibelokkan saja. Aku ingin merasa bahagia, meski itu hanya sebuah angan-angan.
Mereka
tidak mengerti, tidak akan ada yang mengerti bagaimana aku. Bahkan akupun
tidak.
Aku
sakit, Ibu, sangat sakit jika kau tahu. Bukan fisikku, tapi perasaanku. Aku
lelah, aku lelah untuk terus berpura-pura. Tapi aku tidak tahu bagaimana
caranya bicara. Aku sudah terlalu lama diam dalam semua kepalsuan.
Perasaan
bahagiaku seakan tak berguna, karena aku terlalu lama menyembunyikannya.
Bolehkah Tuhan ? Bolehkah aku membagikan kebahagiaanku pada semua orang yang
aku cintai ? Termasuk dia, laki-laki yang tak ingin ku sakiti. Ia laki-laki
baik hati, yang bahkan telah mengambil hatiku sejak dua tahun yang lalu. Aku
ingin ia selalu bahagia, Tuhan. Bisakah ?
Aku
tak apa bila kemudian aku hidup tanpa perasaan. Aku hanya tidak ingin terus
merasa sakit.
Aku lelah, bahkan sangat lelah untuk terus hidup di balik topeng.
-Ang-
0 komentar:
Posting Komentar